Rabu, 05 Februari 2014

DOBO DAN KOTORAN GAJAH

Mentari menyelinap di balik gunung. Kegelapan menyelimuti lembah Cingku Rongga. Orkestra jangkrik mulai memecahkan keheningan malam.

Kehidupan suku Gigi Tongos begitu malam menjelang begitu monoton.Setelah makan malam mereka suka ngobrol bersama di sekitar api unggun. Sebagian ada yang menari ada yang menyanyi. Setelah kelelahan mereka pun tidur......eit maksudnya makan malam lagi baru tidur di rumahnya masing-masing.


Angin malam berhembus membawa udara dingin melewati padang rumput dan menyapu perumahan suku Gigi Tongos. Dobo dan keluarga terlelap dan mengelana mengelana ke mimpinya masing-masing. Bau bunga sukun yang terbakar memenuhi ruangan, mengusir nyamuk-nyamuk yang kelaparan.Namun saat terbuai mimpi, tiba-tiba Dobo dan keluarganya dikejutkan oleh getaran yang mengguncang rumahnya.

"Yank... Ada gempa bumi!" Haibo membangunkan suaminya. 
"Bukan yank! Itu segerombolan gajah yang sedang lewat, biarin aja lah. Mengganggu mereka sama saja bunuh diri." 
Ketika gerombolan gajah sudah berlalu, mereka pun melanjutkan tidurnya.

Ayam berkokok, sinar mentari mengusir kabut dingin yang menyelimuti lembah Cingku Rongga. Sebagian suku Gigi Tongos mulai melakukan aktivitasnya, sebagian lagi masih terlelap, yang disebut belakangan jumlahnya lebih banyak.


"Yankkkkk!!!!!!" Dobo terbangun oleh teriakan istrinya."Ada apa sih yank? Masih pagi nih." Dobo enggan beranjak dari tempat tidurnya yang empuk. Terbuat dari jerami yang dibungkus dengan kulit domba.

"Banyak kotoran gajah di halaman!"
Waduh jangan-jangan gerabahku yang kujemur di halaman juga diinjak gajah, pikir Dobo. Ia pun meloncat dari tempat tidurnya dan bergegas menuju halaman rumah.

Betapa terkejutnya Dobo melihat sebagian gerabahnya hancur diinjak gajah. Kotoran gajah berceceran di halaman rumah menimbulkan bau yang menusuk hidung.

Dengan terpaksa Dobo pun membuang kotoran itu agar ia dan keluarganya tak tersiksa dengan bau tak sedap itu.Dobo membuang kotoran gajah itu di bawah pohon manggis yang terletak agak jauh dari rumahnya. "Kubuang di sini aja ah, kurasa tempat ini lumayan jauh dari rumah, jadi baunya nggak akan mengganggu"


Hari demi hari berlalu, tak banyak hal penting terjadi di lembah Cingku Rongga. Suku Gigi Tongos melakukan aktivitas seperti yang sudah-sudah. Makan, tidur dan berburu. 

Bagi mereka melakukan hal baru merupakan awal dari malapetaka.


Siang itu matahari terasa begitu menyengat. Dobo membalik-balikkan gerabah yang dijemurnya agar keringnya lebih merata.

"Dengan panas segila ini, besok gerabahku sudah pasti siap untuk dibakar" kata Dobo sambil mengusap keringatnya.
"Makaaaaan!!!!" Dobo mendengar teriakan anaknya. Dobo pun menoleh ke belakang, ia melihat Dongbo sedang makan buah manggis yang sangat ranum.
"Dongbo kamu dapat buah manggis dari mana?"
Lalu Dongbo mengarahkan jarinya ke sebuah pohon manggis yang terletak agak jauh dari rumahnya. Dobo menghampiri pohon manggis itu.
"Astaga pohon ini berbuah lebat, padahal dulu buahnya jarang-jarang. Dan buahnya kini lebih besar daripada yang dulu."
Dobo juga melihat kalau rumput di sekitar pohon itu menjadi lebih subur dan hijau. "Hmmmm.... Sepertinya ini akibat dari kotoran gajah yang kubuang disini. Pasti kotoran itu yang membuat tanah disini jadi lebih subur." Otak Dobo berputar.

Dengan membawa keranjang rotan. Dobo pergi ke padang rumput. Di sana dia mengumpulkan kotoran gajah untuk dibawa pulang.

"Hei Dobo, kamu sudah gila ya!"
Dobo menoleh ke arah datangnya suara. Ia melihat Werdo dan Grakji sedang tertawa terpingkal-pingkal. Dobo tengsin bukan main. Waduh sepertinya dalam seminggu ini aku akan jadi bahan tertawaan nih, pikir Dobo. 
Tapi biarin aja deh, sudah terlanjur. Aku akan tetap menjalankan rencanaku.

Dobo membawa kotoran gajah ke ladangnya yang terletak di belakang rumah.Ia lalu menaburkannya ke tanaman jagung miliknya yang kurang subur.Sepanjang hari Haibo mengeluhkan bau badan suaminya yang menyengat hidung.


Hari demi hari berlalu, tak banyak hal penting terjadi di lembah Cingku Rongga. Suku Gigi Tongos melakukan aktivitas seperti yang sudah-sudah. Makan, tidur dan berburu. 

Bagi mereka melakukan hal baru merupakan awal dari malapetaka.


Seluruh suku Gigi Tongos heran melihat ladang jagung Dobo yang tumbuh subur.

Bertongkol-tongkol jagung terlihat montok siap untuk dipetik. Mereka akhirnya sadar kalau kotoran gajah dapat menyuburkan tanaman.
Werdo menghampiri Dobo yang sedang panen jagung.
"Hai Dobo, maaf ya kemarin mentertawakanmu, ternyata idemu keren sekali."
"Nggak apa-apa Werdo, aku nggak marah kok."
"Oya aku juga ingin meniru idemu agar kebun singkongku tumbuh subur."
"Bagus! Aku sangat mendukungmu."

                                                                 
                                                             Selesai.


Malam itu Dobo mendengar lagi segerombolan gajah lewat depan rumahnya.

"Yank,... Gerombolan gajah lewat lagi" kata Haibo.
" Bagus deh, jadi aku nggak perlu ke padang rumput buat cari kotoran gajah."
Tapi ketika bangun pagi Dobo heran.Astaga kenapa halaman rumahku tak ada kotoran gajah sedikit pun, tapi baunya masih tersisa.

"Hai Dobo!" Dobo melihat Werdo menghampirinya.

"Tadi pagi aku melihat halaman rumahmu kotor sekali, jadi aku membantu membersihkannya. Baik hati kan aku he he."
"Grrr.... Jadi kamu  yang mengambil kotoran gajahku." Dobo melotot. 
Werdo jadi serba salah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar